Showing posts with label puasa di luar negeri. Show all posts
Showing posts with label puasa di luar negeri. Show all posts

Puasa di Luar Negeri? Ini Dia Sensasinya



Ma, what time is it?
How long do we have to wait until we can eat?
What do I have to say at school if they ask me about Ramadhan?
Can I still join the gym?
Would you please make lemper and martabak for buka, ma?
Ma, is it true that crying is prohibited when we're fasting?
Do I really have to wake up at 2.30 AM, ma?

Hmmm... ini nanya atau interogasi, nak?
Pertanyaan Bo dan Obi, kedua anak saya, memang tidak pernah ada habis-habisnya, termasuk di bulan Ramadhan ini. 

Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, sejak kami pindah ke New York City, kami mendapat rezeki puasa di musim panas.
Iya, musim panas!
Di mana siang sangat panjaaaaang dan cuaca pun hangat-hangat manja.
Belum lagi aneka 'godaan' karena sebagai kaum minoritas (walaupun saya ngga suka paka kata ini), lebih banyak mereka yang tidak berpuasa dibandingkan kaum muslim yang menjalani ibadah menahan diri, haus dan lapar ini.
Godaan bukan hanya masalah makan, minum, merokok (bagi sebagian orang), tapi juga menahan pandangan dan pikiran dari aneka orang yang lalu lalang dengan pakaian minim mereka misalnya. Dan ini bukan hanya didominasi kaum hawa saja lho, tapi juga kaum adam dengan body cihuy bak atlet yang asyik jogging or sekedar menikmati matahari yang bersinar cerah.

Wah, kok jadi bawa-bawa body? Hehehe.

So, kesimpulannya puasa di luar negeri kayak apa sih rasanya? 

Asyik? 
Seru? 
atau capek dan super lemes?

Rasanya nano-nano memang, at least for me.
Tapi sebenarnya tergantung di negara mana dulu kan ya.
Kalau masih di sekitar Indonesia, seperti negara-negara ASEAN dan sekitarnya, maka waktu sahur dan berbukanya mungkin sama dengan waktu di tanah air.

Tapi kalau on the other side of the world, ceritanya lain lagi.
Baik di belahan Selatan maupun Utara.
Ada yang waktu berpuasanya lebih pendek, ada juga yang waktu puasanya bak tak berujung seperti jomblo merindukan kekasih #eh.

Dan di hari-hari terakhir bulan suci ini, saat teman-teman di tanah air sudah sibuk dengan perjalanan mudik, buat kue, atau mencoba baju baru (dan saya masih sukses sidang tiada henti di United Nations >_<),  saya baru sempat berbagi coretan serba serbi puasa di New York City. 

Mau tau rasanya puasa di the Big Apple? 
Ini dia sensasinya !


Jam berbuka yang beragam, tergantung musim

Photo was taken from aljazeera.com

Jam berbuka yang beragam tergantung musim memang membedakan lamanya waktu berpuasa. Dan kalau sudah mendapat musim panas, selamat! 
Anda  mendapat bonus siang hari yang panjaaaaaang :). Seperti biasa, Greenland dan Swedia menjalani masa puasa yang panjang, sekitar 21 jam (oh my God!) dan Chile serta Australia yang hanya berlangsung selama 10 - 11 jam saja. 
Yang lainnya, in between. Dan NYC, mendapat berkah 16.5 jam saja.

Bedanya memang hanya sekitar 3 jam setengah dari lama berpuasa di Indonesia, but oh my... tambahan 3.5 jam saja ternyata lumayan membuat gempor. Apalagi di hari-hari pertama :). Herannya, tahun ini, musim panas di NYC benar-benar panas.  Cuaca 30an derajat biasanya sudah cukup bikin kita garing. Apalagi ditambah puasa. 

Dan UN pun tiada ampun hehehe. Di pertengahan Ramadhan, UN mengadakan  World Ocean Conference dan banyak pertemuan lainnya. Dan saya harus mengikuti semuanya. Alhamdulillaaaah.

Plus tahun ini, kami mengajak Bo et Obi untuk lebih serius puasanya. Sejak tahun 2014 lalu ga sudah puasa juga, tapi tidak full. Tahun ini, Bo sudah jauh lebih kuat dan alhamdulillah puasanya hanya sedikit yang batal. Itu pun karena ada pelajaran olah raga di sekolah yang pastinya membuat anak-anak menjadi haus.

Yang paling epic, kami pernah berpuasa lebih dari 17 jam saat di Jenewa :).

Rasanya baru selesai taraweh hampir tengah malam, ngga lama bangun untuk sahur karena azan Subuh berkumandang pukul 3 kurang. Walaupun rasanya agak-agak kayak zombie, tapi hampir 4 tahun di sana alhamdulillah puasa tetap semangaaaat! 


Tidak ada beduk dan azan berkumandang 


Senang mendengar beduk bertalu-talu menandakan waktu  berbuka?
Selalu menunggu suara merdu adzan dari masjid terdekat yang mengajak kita sholat dan berbuka?

Well, saat di luar negeri, ini adalah salah satu hal yang paling kami kangeni, terutama jika berada di negara-negara belahan Barat, di mana muslim adalah kaum minoritas.  Selain itu, di beberapa negara sekuler, mereka menerapkan peraturan yang tidak memperbolehkan berkumandangnya adzan maupun beberapa simbol keagamaan di publik. Saya ingat Swiss yang pernah menerapkan peraturan pelarangan dibangunnya minaret, misalnya. Peraturan ini diberlakukan bukan karena sentimen terhadap Islam, tapi lebih pada pengaturan umum agar tidak ada pihak-pihak tertentu yang merasa terganggu dan diberlakukan bagi semua agama, bukan hanya Islam. So don't get it wrong :).

Di NYC, kami mengandalkan hape dan aplikasi adzan yang memang banyak tersedia di App Store. Kalau datang ke masjid, kita bisa mendengarkan adzan langsung, namun hanya di dalam dan tidak berkumandang di luar masjid. 


andalanku kalau mau berbuka :)


Jadi jangan salahkan kami yang sibuk mencari hape saat matahari sudah mulai gelap dan tanda-tanda maghrib sudah terlihat. Soalnya, adzan merdu yang ditunggu-tunggu ada di situ :).

Ngabuburit? siap-siap mental ya :)


Rasanya puasa tanpa ngabuburit itu kurang komplit ya. 

Ibarat belanja di Sephora tapi ngga beli lipstik #eeh.
Apalagi di jam-jam 'genting' saat menunggu beduk Maghrib, di mana kita sudah selesai dengan persiapan berbuka maupun ibadah lainnya. 

Tapi berhubung waktu dari Ashar ke Maghrib lumayan lama, kita harus kreatif mencari kegiatan yang bermanfaat untuk ngabuburit. And frankly speaking, going out during Ramadhan can be problematic. Apalagi NYC lagi hangat-hangatnya nih...well, seperti cuaca di Jakarta tapi jauh lebih kering. Yang artinya, membuat kita jadi jauh lebih haus :)).

Selain itu, godaan lainnya mana tahan euuy.

Soalnya, yang puasa kan hanya kita yang menjalani. Sisanya, they live their normal life as is. Jadi kalau banyak yang berpakaian seksi karena menyesuaikan dengan udara yang panas atau asyik makan minum merokok ya biasa saja. 

Kalau saya pribadi, karena sudah lumayan biasa, jadi ngga begitu terpengaruh. Kasihan anak-anak yang masih ceglak cegluk kalau melihat orang lain makan dan minum di depannya, atau suami mendadak menunduk kalau ada cewek seksi lewat sedang asyik running or jogging.

Walhasil, kami biasanya ngabuburit belanaj groceries atau sekalian melipir ke Woodburry Premium Outlet, hahahaha. Sukses main ke FO tiap minggu #gulityascharged.


serius belanjaaaa :)


Lebih seger liat Kate Spade, Tory Burch, Coach et Tumi sambil menunggu bedug kan :).




Berburu makanan halal


Memastikan makanan yang kita konsumsi halal adalah salah satu hal penting yang harus kita jaga, terutama di bulan nan suci ini. Kalau di tanah air, memastikan makanan halal memang mudah. But that's another story if you live abroad, particularly if moslems are not the majority.

Here in New York City, alhamdulillah kita tidak begitu khawatir mencri makanan halal.
Insya Allah terdapat banyak pilihan makanan halal, asalkan kita mau mencarinya. Memang tidak ada di semua tempat dan harus rajin bertanya, karena sertifikasi halal di sini tidak wajib dan tidak selalu dipajang di restoran.

food cart halal di dekat klinik kanker aku :)

Kalau sedang malas memasak sendiri, saya paling sering berbelanja di berbagai restoran maupun super market yang menjual makanan Indonesia yang halal dan pas di lidah. Untungnya Astoria, tempat kami tinggal, letaknya di Queens, yang notabene adalah kampung Indonesianya NYC :). Urusan perut et takjil aman deh!.


aneka jajanan di Indo Java, salah satu mini market nadalan kami :)

Seneng ngga ketulungan bisa melihat tahu isi, pempek, risol, mendoan, sampai onde-onde dan kerupuk dan sambal goreng pete yang sudah tinggal dinikmati :)




Kalau di Manhattan dan sekitarnya, memang agak sedikit lebih sulit dibandingkan di Queens, yang memang menjadi rumah bagi komunitas besar umat Muslim yang tinggal di NYC. Nanti saya buat postingan khusus untuk restaurant-restaurant halal yang ada di NYC dan sekitarnya yaaa.



Mencari masjid





Kalau di Indonesia, mencari masjid adalah perkara mudah. Bahkan musholla atau tempat khusus sholat di mall, sekolah, kantor dan di berbagai tempat pun pasti ada.


Here in New York City, we have a lot of mosques, but they are centered in certain area. Masjid di Kota New York sebenarnya banyak, sekitar 175 dan terus bertambah, kalau menurut sumber Google yang saya dapat. Tapi karena letaknya tersebar, kita harus tau persisi masjid apa yang ada di sekitar rumah atau kantor kita.

Di Astoria saja, sekitar rumah saya,  sebenarnya ada 9 masjid yang tersebar di beberapa blok dan area.
Walaupun kecil dan tidak terlihat seperti masjid, tapi gedung-gedung tersebut berfungsi sebagai masjid dnegan kepengurusan masing-masing. Ada komunitas Timur-Tengah, Asia Selatan, Bosnia-Herzegovina dan Eropa Timur, plus lainnya.

Kami biasanya datang ke Masjid yang dibangun komunitas Indonesia, Masjid Al-Hikmah, yang letaknya juga tidak terlalu jauh dari rumah.

Taraweh hampir tengah malam or beyond


Ini salah satu tantangan buat saya yang masih harus bekerja full selama Ramadhan dan sering kecapekan sendiri setelah pulang ke rumah.

Karena waktu isya masuk di atas jam 10 malam, saya seringkali sudah ketiduran tidak lama sesudah buka, lalu bangun tengah malam untuk lanjut sholat Isya dan tarawih. Sering kali saya bangun jam 2.30 untuk Isya dan tarawih. 

Tarawih semua saya lakukan di rumah bersama suami. 

Memang agak tricky..karena anak-anak sekolah pagi, kami harus bisa mengatur jam sholat, sahur, dan tidur anak-anak supaya puasa mereka maksimal dan tetap bisa mengikuti sekolah dengan baik. Kalau anak-anak tidak tidur sebleum jam 10 malam, saya pasti berantem deh bangunkan mereka di pagi harinya. 

Walaupun penuh tantangan, alhamdulillah bisa dimanage juga. 

Rasa kebersamaan yang makin erat


Di mana-mana, kalau sudah jauh dari tanah air, biasanya rasa kebersamaan dan rasa 'sesama orang Indonesia di perantauan' semakin kental.
Kangen dengan Indonesia itu  a powerful feeling lho.
Dan karenanya, saat Ramadhan maupun perayaan Idul Fitri, kita pasti akan mencari teman-teman dan keluarga besar Indonesia yang ada di New York City.
Masya Allah, bahagia banget bisa kumpul ramai-ramai, even with strangers or those you have never met before, karena tengah merayakan bulan suci maupun hari kemenangan.



Intinya, mari kita rayakan nikmatnya Bulan Suci Ramadhan di mana pun berada!




So, itu cerita saya berpuasa di tahun ke-empat di New York City.

Teman-teman punya cerita seru serba serbi puasa di luar tanah air?
Shareee ya.