|
Welcome to Mozilla |
Sabtu sore.
Aku tiba di Gedung Tifa pukul 13.59.
Satu menit menjelang dimulainya digital prenting workshop yang aku ingin hadiri.
Untungnya aku tiba di tempat yang benar, hanya tinggal jalan sedikit untuk tiba di anex suite, tempat Mozilla Community Space, yang asli lucu, 'segar' dan warna-warni.
And I was not late, yaaay.
Saat aku tiba di ruangan, sudah ada beberapa teman - teman perempuan yang turut hadir.
Usai perkenalan singkat sambil menanti peserta workshop yang lain, aku pun bersiap untuk belajar bareng teman-teman untuk menjadi orang tua yang lebih baik di jaman digital ini.
Let's learn together!
|
Suasana seminar.. |
Serem ya judulnya.
Kalau dibaca sekilas, mungkin kita akan berpikir bombastis banget.
Tapi sejak pertama melihat undangan acara ini yang disampaikan oleh Makpuh Mba Indah Juli di Whatspp Group Kumpulan Emak Blogger (KEB), aku sudah sangat tertarik untuk hadir mengingat pasti banyak hal penting dan menarik yang dishare dalam acara ini.
Sebelumnya aku juga sempat hadir di seminar parenting di Tugasku, sekolah anakku yang sulung. Bahkan seminar ini fokus pada pendidikan seksual yang sesuai dengan usia anak-anak kita. Nanti aku share juga ya.
So back to Mozilla Community Space, the seminar I attended was held by Safenet, in collaboration with Mozilla and Indonesian Voice of Women.
Pembicara pertama adalah Mba Ajeng dari Indonesia Voice of Women (INVOW), yang setting up the tone of the dicussion. Bersama mba Ajeng, kita diskusi Panjang lebar tentang hoaks.
Maraknya informasi hoaks, baik yang berupa misinformasi, disinformasi dan malinformasi.
Hmmm..apa bedanya ya kira-kira?
Jadi, misinformasi itu adalah informasi atau berita yang salah, namun yang menyebarkannya percaya bahwa berita itu benar. --> mungkin ini yang paling sering terjadi ya, di mana kita tanpa sadar menyebarkan informasi yang salah atau tidak bias dipertanggungjawabkan.
Sementara disinformasi adalah informasi atau berita yang salah, dan yang menyebarkannya juga tau bahwa informasi/berita tersebut salah.--> ini bisa terjadi bagi mereka yang misalnya suka mencari sensasi dengan menyebarkan berita atau informasi yang salah. Meskipun tau bahwa berita tersebut tidak benar, tapi karena dianggap bisa mendongkrak popularitas tetap disebarkan.
Dan malinformasi adalah informasi yang didasarkan pada suatu kenyataan, namun digunakan untuk tujuan yang salah dan merugikan suatu pihak (bisa orang, organisasi atau negara. --> kalau yang ini, lebih pada mereka yang sengaja dan niat mengolah informasi dengan tujuan buruk atau mendeskriditkan pihak-pihak tertentu. Asli kriminal banget!
Nah, serem kan!
Dan aku yakin banyak di sekitar kita bertebaran misinformasi, disinformasi, bahkan malinformasi. Ini yang membuat kita super bingung karena sudah tidak tau lagi mana yang benar. Di era information abundance seperti sekarang, rasanya kita semua harus benar-benar gunakan akal sehat, pengetahuan dan juga keyakinan dan keimanan kita untuk bisa mendapatkan dan mencerna informasi yang kita terima.
Mba Ajeng melanjutkan dengan beberapa trik untuk mengetahui hoaks. Here they are:
- sumber yang tidak jelas
- gaya bahasa yang berlebihan
- peristiwa bombastis
- ada anjuran untuk 'viralkan' atau 'teruskan untuk orang terdekat anda'
- ada link berita namun setelah dicek ternyata link tersebut tidak benar
- ada kutipan yang seolah-olah berasal dari pemerintah, lembaga atau orang yang dianggap kompeten.
Nah, pasti sering kaaan menerima berita seperti di atas, terutama lewat WhatsApp group yang memang ngga ada matinya itu! Saat ini, jenis hoaks yang paling banyak diterima adalah hoaks mengenai sosial politik, isu SARA (sedihnya hiks), kesehatan maupun makanan dan minuman, serta penipuan dan iptek. Masih ada isu lain seperti berita duka, bencana alam, serta informasi lalu lintas yang juga banyak hoaksnya ternyata.
Kalau sudah begini, pilihan terbaik kita adalah CERDAS TANGGAPI BERITA.
Jangan sampai kita mudah termakan hoaks dan bahkan turut meyebarkannya.
Apalagi hoaks jelas-jelas banyak membawa dampak negatif yang bukan hanya berbahaya atau merugikan diri kita sendiri, tapi juga orang lain, lingkungan, dan bahkan negara.
Kalau aku pribadi, saat menerima informasi atau berita seperti ini, aku akan filter dan biarkan mengendap di hp jika tidak ada faedah atau nilai positifnya
|
Sudahkah Jejak Digitalmu Bersih? |
Seminar dilanjutkan dengan presentasi mba Alin, yang bicara banyak mengenai jejak digital dan jejak digital bersih.
Aku suka dengan analogi mba Alin bahwa jejak digital itu layaknya TATO.
Once it's there, it will stay there. Bahkan saat kita sekuat tenaga mencoga menghapusnya, akan ada saja celah untuk retrieve data itu kembali.
Banyak informasi menarik yang dibahas saat kita bicara dan saling berbagi di sesi ini.
Termasuk betapa video yang sepintas terlihat lucu dan harmless, ternyata justru menjadi sasaran empuk para pedophilia. Kita diajak melihat secara jernih apa saja 'jebakan 'Batman' yang ada di dunia digital, yang tanpa kita sadari menjadi bagian kegiatan kita sehari-hari.
Sebelum membagi sesuatu di dunia maya, kia harus pertimbangkan antara lain:
- perhatian yang akan didapat - misalnya menyebarkan foto anak lucu atau menunjukkan perkembangan anak memang akan cepat mendapat perhatian, tapi juga sangat beresiko (di-copy paste orang lain untuk tujuan tertentu, menjadi 'iklan bajakan' atau bahkan sasaran pedophilia.
- resiko kini - ingat bahwa jejak digital jelas tunjukkan time stamp atau jejak waktu; tag location atau jejak lokasi yang bias dimanfaatkan oleh orang-orang yang punya itikad lain atau rencana jahat.
- reputasi masa depan - ini juga perlu dipikirkan, karena siapa tau kelak kita atau anak kita akan menjadi tokoh pada zamannya dan kalau punya informasi viral namun negative dan tersebar, pastinya akan membahayakan dan merugikan kita sendiri. Apalagi sekarang rekruitmen kerja pun mulai melirik profil kita di media social.
Lebih lanjut, Mba Citra dari INVOW melanjutkan presentasi tentang digital parenting.
Bagaimana menjadi orang tua yang sesesuai dengan jamannya dan bisa mengikuti segala dinamika dan perkembangan teknologi yang begitu pesat.
Di sesi ini kita banyak curhat dan berbagai pengalaman, baik yang orang tua maupun yang single namun sering menjaga keponakan-keponakan kecilnya. Dan rata-rata tantangan yang dihadapi memang sama ya, antara lain bagaimana menjaga keseimbangan antara screen time dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat sampai menghindari kecanduan gadget yang akibatnya sangat fatal.
Finally, Ibu Cakra berbagi tips dan tricks untuk bisa terus menjaga komunikasi dengan buah hati kita tercinta. Tips yang sepintas terlihat mudah dan sederhana, namun aku yakin penerapannya tidak segampang yang kita pikir.
Ada beberapa pesan penting yang aku garisbawahi dari hasil kita ngobrol dengan Ibu Cakra.
Bicara dengan anak-anak kita! Jangan menyerah, sesulit apapun proses komunikasi yang harus kita hadapi.
Bicara dari hati ke hati, buka jalur komunikasi dengan anak-anak.
Tanamkan pentingnya dan mudahnya berkomunikasi dengan orang tua
Tetap gunakan control! Anak-anak IS anak-anak.
Tanamkan nilai-nilai kebaikan lewat beragam platform yang menjadi kesukaan anak-anak saat ini, baik lewat buku, film, video bahkan games.
Jadi role model anak-anak - Walk the talk!
You see..sepintas mudah ya, tapi aku sebagai orang tua dengan 2 anak yang salah satunya sudah memasuki usia remaja merasakan sekali tantangan ini. Makanya aku seneng bangeet bias ngobrol dengan para pakarnya dalam sesi ini.
Satu hal yang perlu kita ingat.
Pastikan penggunaan internet sesuai dengan usia anak!
Saat ini banyak konten di internet yang sangat tidak patut dikonsumsi oleh anak-anak namun bisa dengan mudah diakses melalui sumber terbuka, seperti YouTube, Facebook, Instagram, bahkan Whatsapp Group sekalipun.
Dan ibu bapak sekalian, please, please, please...jangan jadikan gadget atau gawai sebagai pengganti orang tua atau pengasuh anak-anak kita!
Bekali mereka dengan pengertian, penjelasan dan ilmu pengetahuan untuk memahami berbagai dinamika di dunia digital, termasuk bahaya yang mengintai mereka.
Selalu hati-hati dan jangan lengah.
Berbagai aplikasi, gawai, pengaturan keamanan dan pengawasan melekat orang tua pada dasarnya hanya 'membantu' dan jangan pernah lupa bahwa yang bisa mengontrol semua dampak negatif dunia digital adalah kita, kita, dan kita.
Terima kasih kepada SafeNET, Mozilla, dan juga Indonesian Voice of Women (INVOW) yang sudah banyak berbagi informasi penting ini. Sebenarnya masih banyak yang disampaikan dan nanti akan aku coba lengkapi di blog.
Semangat terus untuk bisa menikmati dunia digital yang sehat ya!
Bersama anak-anak dan keluarga tercinta!
Artikel ini dipilih untuk dimasukkan dalam kampanye "10 Blog Parenting Terbaik di Indonesia" dari penerbit bahan ajar pendidikan Twinkl.
Referensi:
Presentasi dan Diskusi Digital Parenting bersama SAFENet dan Indonesian Voice of Women