“Raise your words, not voice. It is rain that grows flowers, not thunder.”― Jalaluddin Rumi
"Selamat Ulang Tahun, Mama Indah.
Wish you all the best ❤️❤️❤️"
Pesan itu masuk ke Whatsappku pukul 1.29 AM waktu New York City.
Atau pukul 12.29 PM waktu Indonesia bagian Barat.
My hubby sent me the text from Jakarta, as he went back home temporarily to visit our family and to take care of many stuff before we are heading back home next year.
Every birthday, he sweetly tries to be the first one sending me those birthday wishes, prayers, and hugs
Simple gestures, yet it touches my heart.
And I'm forever grateful for that, munch.
Walaupun saya sukses sudah tidur dengan manis saat pesan itu masuk, setelah seharian penuh sibuk dengan pekerjaan di kantor.
Yang pasti, dia orang pertama yang saya telpon di hari itu.
Tahun ini saya genap berusia 40 tahun.
Empat puluh tahun.
Big Four Zero.
So what?
Mungkin banyak yang bertanya memangnya kenapa kalau sudah berusia 40 tahun?
Obviously I am not the only one celebrating this 40 year birthday.
But I guess, it is an important turning point to have a good self-reflection.
SELF REFLECTION
Apa pula itu bah!
Refleksi diri.
Semacam pijat refleksi yang enak itu?
Bukan, bukan refleksi yang satu itu, yang sampai sekarang selalu saya rindukan karena waktu di Indonesia terbukti mampu menenangkan dan menyenangkan jiwa raga.
It's more like spending time to have a frank dialogue with yourself.
Frank dialogue with yourself.
YOURSELF.
Untuk buka-bukaan dan telanjang di depan diri sendiri.
Untuk jujur pada hati nurani.
Untuk berani 'ngaca' dan perbaiki.
Untuk tanyakan pada diri seperti apa hidupku ini.
Untuk kembali minta ridha-Nya yang suci.
What have I done?
Have I contributed to my family, my country, my community, my world?
What did I do wrong?
What good things I have done?
Can I do this and that?
What's on my lists?
Am I really me?
What makes me happy? What makes me sad?
What's next?
Saya punya banyak pertanyaan.
Banyak sekali.
Namun tidak selalu ada jawabannya.
Saat mencoba jujur, saya seperti naik roller coaster.
Diawali dengan PD bakal berani naik, terus was-was ketika tau akan naik tinggi lalu turun, terus berpikir ulang apakah saya yakin mau naik, mulai menyesal karena ternyata rasanya ada ngga enaknya juga dan tidak bisa lagi minta turun, terus karena ngga ada pilihan lain, jadi menyiapkan diri untuk segala kemungkinan.
Lalu.... pasrah ketika kereta meluncur turun dan saya hanya bisa mengikuti euforia kegilaan yang awalnya saya pilih, menjerit sekuatnya, dan coba nikmati.
Dan terakhir...ternyata saya baik-baik saya dan bahagia.
Atas izin-Nya.
Hidup pun seperti begitu.
Dari semua pilihan yang kita ambil, selalu ada masa roller coaster yang idealnya membuat kita kuat.
Yang tunjukkan bahwa kita mampu lewati tantangan dan cobaan.
Yang meski disesali, harus selalu ada jalan keluar.
Atas izin-Nya.
Di usia ke-40 tahun, Allah SWT begitu baiknya memberi saya hidup yang penuh warna.
Keluarga penuh cinta dengan segala 'kelucuannya'.
Pekerjaan yang menyenangkan meski kadang melelahkan, namun justru menjadi ajang belajar dan menemukan potensi diri.
Teman-teman luar biasa yang kerap menjadi inspirasi, baik lewat WAG, temu muka, pekerjaan, bahkan lewat kompetisi dan negosiasi.
Hobi asyik yang bikin sehat.
Dan segala kemudahan dan rezeki dalam hidup yang saya dan keluarga saya nikmati hingga kini dan semoga nanti.
Kesempatan untuk menjadi orang yang lebih baik, lebih bermanfaat, lebih penuh cinta, lebih berbahagia.
Menjadi diri sendiri.
Menjadi orang yang lebih bersyukur.
BERSYUKUR.
Apakah saya kemudian menjadi orang yang lebih baik?
Istri, ibu, anak buah, pekerja, teman, saudara yang yang lebih baik?
Frankly, saya tidak tau.
Dan saya pun (mungkin) tidak perlu mendapat jawaban dari pertanyaan itu.
Saya hanya yakin bahwa saya akan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Apapun jalan terjal yang harus dilalui.
Saya pernah capek dengan semua yang saya jalani, lho.
Jenuh dengan orang-orang yang saya temui setiap hari.
Letih dengan ritual penting buat orang (sok) penting yang harus saya jalani,
Tidak puas dengan hasil kerja sendiri meski sudah gila-gilaan menyelesaikannya
Dan iri dengan kebahagiaan orang lain.
Yang seringkali terlihat sederhana, with no efforts, tapi begitu bahagia.
Lepas dan bebas.
Ah, manusia. Memang tidak pernah puas ya.
Termasuk saya.
Tapi jujur, semua ini justru membuat saya mencari-Nya.
Saya bukan orang yang religious.
Dan saya tidak mau,- tepatnya tidak bisa,- pura-pura menjadi orang yang religious.
Saya mau jadi orang baik yang taat pada pilihan agamanya.
Bukan karena paksaan.
And I know it's probably one of the best way ahead.
It is.
Dan saya mau serta harus terus belajar untuk menjadi Indah yang lebih baik.
Untuk tau jalan dan skenario terbaik dari sang Gusti.
Untuk menjadi hamba-Nya yang tau berterima kasih.
Untuk selalu sabar, ridho dan ikhlas untuk segala pengaturan-Nya.
Segitu aja self-reflection-nya, Indah?
Iya.
Sebenernya masih banyak sih, tapi nanti aja deh tulisnya :).
In another chapter.
Sekarang saya mau menikmati hari nan cerah di New York City dengan mama dan Bo et Obi. Boleh ya.
So, how do you like being 40?
I will definitely enjoy the road ahead.
Happy 40th birthday, Indah.
***
Salam hangat dari Astoria, New York, yang sumuk tapi bikin happy, karena saya jadi bisa pakai baju barong Bali ungu kesayangan yang sudah bolong itu :).